[Book Review] Membuka Tabir Persoalan Keperawanan dalam Novel Sejujurnya Aku Karya Aveus Har

review novel Sejujurnya Aku oleh Asya Azalea



[Book Review] Membuka Tabir Persoalan Keperawanan dalam Novel Sejujurnya Aku Karya Aveus Har--Apa yang kamu bayangkan jika kamu sudah tidak perawan, tetapi kemudian menikah dengan seorang lelaki yang menuntut kesucianmu? Kira-kira begitulah ide yang ditawarkan oleh Aveus Har dalam novelnya, Sejujurnya Aku.


Penulis: Aveus Har
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-2910-81-7
Cetakan: I, Maret 2015
Tebal: 214 halaman


Maaf sayang….
Ini bukan kali pertama aku menolakmu. Aku ingin, tapi aku tidak bisa. Sejak malam pertama kita yang kulewatkan dengan berkelana ke alam mimpi, sesungguhnya hatiku didera cemas. Bukannya menyambutmu dengan rona bahagia, aku justru dihantui rasa bersalah.
Setiap momen itu tiba, melihatmu yang begitu tulus, ingatanku kembali pada kesalahan terbesarku di masa lalu. Sebuah rahasia yang hingga detik ini tak berani kukatakan kepadamu. Haruskah kucari dosamu agar kita impas dan kamu bisa memaafkan aku?
Aku begitu takut kehilanganmu. Pernikahan impian bak cinderela mungkin tak akan terwujud jika aku menyingkap tabir yang selama ini kututup rapat. Entah sampai kapan, aku akan bertahan mencurangimu. Maaf…maaf.


Sebelumnya, saya membeli novel ini langsung dari penulisnya. Saya cukup kenal dengan Aveus Har dan sepak terjangnya. Semasa SMA, bahkan bisa dibilang, Aveus Har adalah salah satu guru menulis saya.  Sampai suatu saat, saya pun berkesempatan bekerja di penerbit mayor dan bertemu lagi dengannya. Kami pun sempat menulis dan berkarya bersama, menerbitkan antologi berjudul Sepanjang Musim.

Jujur, butuh waktu lama sampai saya bisa menyelesaikan membaca novel yang merupakan salah satu pemenang lomba menulis novel "Wanita dalam Cerita" yang diadakan oleh Bentang Pustaka. Sebelumnya sudah pernah baca sih, tapi belum selesai. Sampai akhirnya pindah dan berkesempatan re-read, kemudian menuliskan ulasannya di sini.

Berbeda dengan novel Aveus Har sebelumnya yang pernah saya baca, yakni Pangeran Langit dan Sorry That I Love You yang keduanya bergenre teenlit, Aveus Har dalam novel ini bermain-main dengan genre yang lebih 'dewasa'. Mengusung sebuah kisah pernikahan, ia berbicara banyak mengenai keperawanan dalam sudut pandang perempuan--satu hal yang agak jarang dilakukan oleh penulis lelaki.

Dikisahkan, tokoh aku bernama Charista sedang gundah gulana dengan keadaannya. Ia sudah tidak perawan. Perempuan berusia hampir kepala tiga itu melulu didesak untuk segera menikah. Alhasil ia pusing bukan kepalang. Bagaimana caranya menemukan lelaki yang dapat menerima keadaannya itu? Hingga suatu ketika perempuan yang juga merupakan pemimpin redaksi majalah Gloria itu terlibat dalam peluncuran edisi baru majalahnya yang mengangkat isu keperawanan sebagai topik utamanya. Selain artikel "Kartu Buruk dalam Pernikahan", edisi tersebut juga memuat polling serta sejumlah komentar dalam rubrik "Men Said". Disebutkan bahwa 77% responden mengaku kecewa dengan kenyataan bahwa istrinya sudah tidak perawan. Uniknya, di antara banyaknya komentar negatif tentang 'istri yang tidak perawan', ada satu komentar bernada tidak mempermasalahkan keperawanan. Komentar tersebut datang dari seorang lelaki bernama Nathan, seorang karyawan dari perusahaan yang menjual alat senam Goldies.

Berbekal dari hal itu, Charista jadi tertarik mendekatinya. Kapan lagi bisa menemukan seorang lelaki yang masa bodoh dengan keperawanan? Begitu kali ya mikirnya. Jadi, tanpa tahu malu lagi Charista literally melakukan pendekatan dengan Nathan. Urusan bisnis dan iklan kerja sama itu cuma kedoknya. Selebihnya ia berniat menjadikan Nathan sebagai suaminya.

Tak berselang lama, usahanya membuahkan hasil. Nathan jatuh cinta dan melamarnya. Keduanya pun menikah, walau diceritakan Charista sempat ragu-ragu atas keputusannya menikah dengan Nathan. Eladalah, Charista terlalu takut melakukan malam pertama ketika dia tahu bahwa Nathan sebenarnya sangat mendamba kesucian. Komentar Nathan di majalah Gloria tidak lain tidak bukan adalah pencitraan semata. Jaga image perusahaan gitu lho! Gegara itu, poteklah hati Charista dan mulailah dia dilanda ketakutan kalau-kalau kartu buruknya akan terbuka.

Baca Juga: [Book Review] Memaafkan Masa Lalu: Review Novel (Bukan) Salah Waktu 

Karakter yang Terlalu Lemah


Karena review yang saya tulis selalu jujur, maka review novel Sejujurnya Aku ini juga demikian, berusaha objektif meskipun kenal baik dengan penulisnya.

Pertama, saya mau ngomentarin karakterisasinya dulu. Karakter yang ada dalam novel ini bisa dibilang lemah. Saya nggak tahu kenapa. Saya ambil contoh karakter Charista. Charista diceritakan sebagai wanita yang mandiri, ambisius, dan sebegitu modern-nya. Kariernya bagus dan cemerlang. Saya cukup heran sebenarnya, mengapa karakter semacam ini justru begitu ketakutan dengan isu keperawanan dan menganggapnya sebagai momok? Apakah karena bekerja di majalah yang mengusung unsur ketimuran? Nggak ngerti juga sih. Bahkan setelah baca sampai selesai pun, saya masih nggak ngeh sama visi misi majalah Gloria.

Sayang aja nggak sih. Harusnya karakter wanita dalam novel inilah yang mendominasi. Topik lombanya aja "Wanita dalam Cerita". Harusnya ini novel tentang perempuan, kan?

Nggak hanya karakter Charista, karakter Nathan dan Farel, mantannya si Charista yang sekaligus perenggut keperawanannya, juga masih kurang kuat. Nathan ini agak membingungkan karena dia bilang komentarnya di majalah Gloria karena sebatas pencitraan. Dia harusnya lebih marah dan emosional lagi begitu tahu kenyataan ketidakperawanan Charista. Sayangnya, penulis kurang greget menampilkan hal ini. Tahu-tahu setelah itu Nathan menerima aja keadaan Charista dan bilang kalau dia hanya cemburu karena mengetahui Charista kembali dekat dengan mantannya. Hal yang sama juga berlaku dengan karakter Farel. Bayangin aja, seseorang yang udah 10 tahun nggak kontak-kontakan tiba-tiba datang menawarkan komitmen dan janji suci kalau Charista bersedia bercerai dengan Nathan. Habis itu, setelah mereka ketemu lagi, Farel kumat lagi 'brengseknya' dan berniat mencumbui Charista. Masuk akal, nggak? Setelah ditolak Charista, Farel nggak ada usaha apa-apa lagi. Lah, ini sebegini brengseknya? Apa Charista yang sebegitu bodohnya (padahal dia wanita karier dan cerdas lho)?

Karakter-karakter pendukung dalam novel ini juga sama membingungkannya. Teman-teman Charista datang dan pergi. Ada yang berkomplot buat ngetes kesetiaan Nathan-lah, ada yang ternyata mantannya Nathan-lah, dst. Kok kayaknya penuh dengan kebetulan. Belum lagi adegan rumpi yang kadang membuat saya sebagai pembaca merasa tersisih dan tidak paham dengan inner circle Charista ini.

Asumsi dan Perangkapnya


Selain plotnya yang menurut saya hanya sebatas konflik batin Charista serta karakterisasi yang kurang kuat, saya menemukan banyak sekali asumsi dalam novel Sejujurnya Aku. Misalnya saja:

Konon, laki-laki bisa bersikap begitu romantis kepada perempuan. Lalu, mereka akan pulang dan bersenang-senang bersama teman-temannya dan tidak membawa momen romantis itu dalam pikirannya sepanjang waktu. Sementara sang perempuan, masih melambung sepanjang waktu oleh ungkapan cinta dan perlakuan romantis laki-laki. (hlm. )


Wanita mungkin saja bisa menyembunyikan rahasia masa lalunya. Namun, laki-laki tidak. Laki-laki bujangan bahkan bangga dengan banyaknya wanita yang berhasil dia taklukkan.... (hlm. )


Saya meragukan hal-hal di atas sebab hanya disampaikan dalam bentuk narasi. Kemungkinannya: itu hanyalah dugaan dan prasangka Charista saja. Atau malah hanya pendapat pribadi penulis? Yang jelas pernyataan tersebut agak sulit dibuktikan. Atau jika ingin membuatnya menarik, menurut saya pribadi, hal tersebut sebaiknya ditampilkan melalui adegan.

Di luar hal-hal yang saya sampaikan di atas, saya amat mengapresiasi usaha penulis untuk menuliskan cerita dari sudut pandang perempuan. Sungguh itu bukanlah hal yang mudah. Karena penulis laki-laki sekalipun mencoba pakai rok, tidaklah benar-benar bisa memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan perempuan. Selain itu, tidak mudah untuk menjadi netral saat sedang menuliskan suatu topik yang bersinggungan dengan gender dan agak tabu dalam masyarakat Indonesia, dalam hal ini keperawanan.

Namun, saya masih menantikan novel karya Aveus Har lainnya. Menulis novel cinta dari sudut pandang laki-laki saja, misalnya? Tetapi dari sesuatu yang tidak pernah diketahui perempuan. :)


Suka baca novel gratis? Yuk, mlipir ke Cabaca.id, banyak novel tentang perempuan yang bagus juga di sana. Tiap hari ada bab baru lho!


0 Komentar