[Book Review] Melihat Sisi Lain Pacaran dalam Novel Pacaran di Cabaca.id





Seberapa enaknya pacaran?
Apakah rasanya seperti memakan semangka di siang yang terik?


[Book Review] Melihat Sisi Lain Pacaran dalam Novel Pacaran di Cabaca.id -- Seperti yang sudah-sudah, entah kenapa saya selalu tertarik baca novel yang mengangkat topik sederhana. Mungkin karena hal-hal sederhana selalu lebih mudah saya cerna, relatable, dan seringnya menimbulkan kesan mendalam. Karena itulah, saya jadi tertarik baca novel ini di Cabaca.id.

Pacaran? Juwi bilang, nggak pacaran pun kita masih tetap happy

Pacaran? Kata Rizal, pacaran itu perlu, bisa juga dicoba dulu.

Pacaran? Faiz tak mengizinkan, aku bisa saja terluka karenanya.

Pacaran? Menurut Halimah, semua jawaban itu terserah padaku.
***
Berdiri di Jembatan Kedung Larangan, aku menunggu dia. Kami sudah berjanji bertemu di sini. Suara truk, mobil, dan kendaraan lalu-lalang di belakangku. Bising. Kuhela napas panjang. Aku harus mantap. Inilah pilihanku.
Pacaran? Aku...


Dari blurb-nya yang bisa dibaca di sini, sudah terlihat sekali premisnya. Novel Pacaran karya Lisma Laurel ini berkisah tentang seorang gadis remaja yang belum pernah pacaran, dan saat jatuh cinta sekalipun, ia masih nggak mengerti mengapa ia harus berpacaran. Kurang lebih novel ini menggambarkan bagaimana kisah Ralin, karakter utamanya, menelaah lebih jauh apa tujuan berpacaran hingga akhirnya menemukan cinta sejatinya.

Diceritakan saat duduk di kelas 3 SMP Ralin mendapatkan surat cinta dari seorang lelaki bernama Badar. Badar ini bisa dibilang cowok idola seantero sekolahnya. Saat mendapat surat semacam itu, Ralin jadi berpikir keras. Setelah pengakuan cinta, lalu apa? Jika ia tidak menyukai orang tersebut, ia bisa langsung menolaknya. Tapi, jika ada sedikit saja rasa suka kepada orang yang menyatakan cinta padanya, lalu apa? Apakah ia harus menerimanya lantas berpacaran seperti remaja pada umumnya?

Kegelisahan ini Ralin bawa ke hadapan teman-temannya. Ia bertanya, perlukah ia pacaran jika bertemu dengan seseorang yang ia sukai dan menyukainya? Respons teman-temannya pun bermacam-macam. Kalau Rizal berpikiran bahwa pacaran itu sebuah hubungan saja sih, modalnya saling memiliki, tapi tidak terlalu (kuat). Pacaran itu tempat buat berteduh dari kesedihan. Beda halnya dengan Faiz, yang punya argumen bahwa pacaran itu bisa merusak mood, merusak nilai-nilai, dan jadi sumber sakit hati. Senada dengan Faiz, Juwi, sahabat lelaki Ralin yang biasa nebeng pulang ke rumah dengannya, berpendapat:




Di Cabaca.id kalau ada hal penting yang mau ditandai, bisa di-bookmark kayak gini.

Berbekal pendapat kawan-kawannya, pertimbangan diri sendiri, dan kejadian-kejadian yang pernah dialaminya, Ralin dengan mantap memutuskan bahwa IA TIDAK AKAN PACARAN. Bayangin dong, cowok idola sekolah yang baik hati dan jago main basket, ditolak hanya karena si cewek nggak mau pacaran. Titik. Badar nggak dikasih alasan. Masih mending kalau Ralin kasih alasan semacam kamu-terlalu-baik-buat-aku, ye kan?

Namun, seorang Badar ternyata nggak semudah itu menyerah. Dalam waktu lima tahun, sejujurnya Badar sudah pernah berusaha melupakan Ralin. Tapi nggak bisa (walau nggak dijelasin lebih detail apa aja usahanya dan bagaimana kehidupan Badar setelah gak satu SMA dengan Ralin, tetep I love you lah, Badar).

Keduanya kembali bertemu saat duduk di bangku universitas. Walau beda fakultas dan masing-masing nggak ngasih tahu di mana rencana mereka kuliah, takdir menghendaki demikian. Keduanya bertemu kembali. Dengan perasaan masing-masing. Yang bersemi kembali.


Karakter-Karakter Remaja yang Tidak Biasa


Saya tahu, ada beberapa klise khas teenlit dalam novel ini. Seperti misalnya, cowok populer sekolah yang jatuh cinta dengan cewek biasa-biasa aja (atau sebaliknya), geng cewek cantik dan kaya yang tukang bully, dan sebangsanya. Tapi menurut saya, proporsinya masih wajar. Pun dalam penempatannya dan hubungannya dengan logika cerita. Bagaimana pun juga, nggak bisa dipungkiri, cerita dengan klise pun akan terasa segar jika dikemas dalam narasi yang mengalir dan menyenangkan. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika baca novel Pacaran ini.

Selain itu, saya cukup salut dengan usaha penulis untuk menghadirkan karakter-karakter remaja yang 'tidak biasa' dalam novelnya. Contohnya, Ralin. Gadis remaja ini sebenarnya memiliki getaran meletup-letup saat bertemu atau bertatap mata dengan Badar. Tapi Ralin diceritakan punya pendirian yang kuat untuk tidak akan menghabiskan waktu dengan pacaran. Bukan karena alasan dilarang agama dan semacamnya, tetapi memang tidak merasa butuh pacaran (walau di bagian akhir, pada bab 15 kalau nggak salah, dijelaskan bahwa Ralin memiliki alasan traumatis yang membuatnya tidak mau pacaran).

Pada bab awal, sangat terasa kalau Ralin mengedepankan pemikiran-pemikiran logis tentang penting dan tidak pentingnya pacaran. Dunia ini menyimpan banyak misteri, katanya, yang membuatnya tidak merasa harus berpacaran. Pandangan macam ini pernah saya temukan pada beberapa kawan saya, tetapi usia mereka sudah di atas 20 tahun. Rasanya sulit menemukan pandangan semacam ini pada gadis remaja yang sebenarnya masih labil. Akan tetapi, itulah yang membuat karakter Ralin jadi terasa unik dan berbeda, pun dapat dijadikan alternatif pemikiran bagi remaja masa kini.

Karakter Badar di sini pun berhasil membuat saya jatuh cinta. Saya rasa cukup banyak novel yang menggambarkan cowok populer dan baik hati. Misal, novel Dilan atau novel-novel lainnya. Saya suka dengan ketekunan Badar dalam mendapatkan hati Ralin. Saya suka cara Lisma Laurel menggambarkan detail kecil tentang Badar, seperti Badar yang suka membelikan air mineral diam-diam untuk Ralin, Badar yang ketika marah tidak pernah berkata apa-apa, dst. Hanya saja, kekaguman saya pada Badar tidak cukup terakomodasi. Ada banyak kisah Badar yang belum saya tahu. Contohnya, bagaimana Badar menjalani masa SMA-nya, berapa banyak pacarnya waktu itu, bagaimana cara Badar mengobati luka hatinya, dsb. Atau mungkin harusnya ada novel yang bercerita dari sudut pandang Badar ya? Dibikin sekuel gitu, biar mirip-mirip Dilan, hehehe.


Menyuguhkan Pandangan Lain Tentang Pacaran


Hal lain yang saya suka dari novel Pacaran ini adalah pandangan tentang pacaran itu sendiri. Sewaktu saya membaca naskah masuk dan menemukan novel ini untuk diterbitkan, saya suka premis dan sinopsisnya. Saya juga suka gaya bertuturnya. Tapi karena awalnya saya hanya baca sinopsis dan bab 1-3 yang dikirimkan, saya pikir, ah, paling ntar pada akhirnya si Ralin ini pacaran juga sama si Badar. Namun, setelah saya baca novel gratis ini di Cabaca, ternyata tidak demikian.

Ralin tetap tidak pacaran sampai akhir.

Walau yeah di bagian akhir, dijelaskan juga kenapa Ralin nggak mau pacaran (nggak bakal saya sebutin, ntar spoiler hehe). Walau di bagian akhir, saya menemukan adegan-adegan pemicu kebaperan antara Ralin dan Badar hahaha. Nggak apa-apa. Itu cuma bumbu, belum masuk ke friendzone juga karena si Ralin selalu menegaskan berulang kali dia nggak bisa pacaran. Tetapi ketegasan itu ada sampai akhir.

Well, boleh dibilang ini gagasan yang berbeda soal pacaran, terutama dalam novel teenlit. Bukan remaja aja sih yang cocok baca novel ini, tetapi juga kamu, yang memiliki pandangan serupa dengan Ralin. Jadi, kalau kamu nemu cowok yang nggak nyerah nembak kamu, kamu bisa sodorin novel ini dan suruh dia baca. Hahaha!

Oya, yang mau baca novel free, boleh masukin kode saya:

Kamu bisa dapat 50 kerang, saya juga dapat 50 kerang. Adil kan?


Cara masukin kode biar bisa baca novel gratisan di Cabaca adalah sebagai berikut.

Buka menu Profil, lalu klik di sini.
Masukkan kode dari temanmu di sini.


Gampang kok. Selamat membaca ya~



0 Komentar